Informasi seputar Cileungsi Jawa Barat & sekitarnya
Ingin megiklankan produk Anda ?
Segera email ke wartamampir@yahoo.com

spr

...................................................... PPC Iklan Blogger Indonesia ....................................................

...................................................... ..................... ..............

Friday 12 August 2011

BELAJAR KEJUJURAN PADA KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT

Oleh: H. Dadang Kahmad
I Nilai sebuah Kejujuran
Di suatu sore hari yang cerah, pada tahun 2003, ketika saya hendak melaksanakan sholat Ashar di mesjid sebelah rumah, datanglah seorang pedagang baso pikul yang mengatakan bahwa dia baru saja menemukan sebuah dompet kulit berwar-na merah yang berisi uang Rp.75.000,- dan surat-surat pribadi. Lalu
dengan ringan hati ia menyerahkan dompet tersebut kepada saya, dan Ia berkata: “Dompet ini saya serahkan kepada pak haji untuk disimpan sampai ada orang yang punyanya mengambil…”. Pada akhir pembicaraannya ia mengata-kan bahwa walaupun ia seorang berpenghasilan kecil dan sangat membutuhkan uang, tapi ia tidak tertarik untuk mengambil isi dompet tersebut dengan alasan bahwa dompet tersebut bukan milik dia dan kasihan yang punya pasti sedang dalam kesusahan. Setelah berkata begitu lalu ia pergi melanjutkan perjalanan untuk berdagang.
Setelah kurang lebih limabelas menit berlalu datanglah seorang pemuda mencari-cari sesuatu di kamar wudhu mesjid.Ternyata pemuda itu orang yang kehilangan dompet tersebut. Setelah dita-nya apa yang dia cari, ia menjawab bahwa ia mencari dompet yang hilang. Menurut pemuda tersebut ia telah mencari dompet kesana kemari dan kemudian baru ter-ingat kemungkinan tertinggal di toilet mesjid. Setelah berterima kasih ia pun melanjutkan perjalanannya.
Kisah di atas adalah gambaran seorang mukmin yang sangat baik. Isinya menceriterakan tentang seorang manusia dari kelompok ekonomi lemah yang mempunyai hati yang baik. Menurut saya, orang tersebut mempunyai perilaku baik yang didorong dari kesadaran beragama (religious consciousness) yang baik. Orang yang berperilaku demikian biasanya hanya ada dalam kisah para nabi, rasul dan orang-orang yang hidup di zaman baheula. Betapa indahnya dan berun-tungnya orang yang mempunyai hati yang sangat mulia seperti itu. Sebab semakin jarang kita temukan orang seperti dia pada zaman sekarang terutama dalam saat ekonomi susah seperti ini.
Kisah tadi menggambarkan seorang manusia yang berhati jujur. Walaupun ia berpenghasilan kecil tetapi berjiwa sangat besar. Walaupun dia miskin harta tetapi sangat kaya akhlak dan etika. Dia orang yang tahu membedakan mana milik sen-diri dan mana milik orang lain. Dialah manusia yang mempunyai hati hidup yang bisa dipakai untuk bertanya ketika ia susah dan bisa menegur ketika ia akan melakukan tindakan yang tidak jujur. Hati nurani yang baik seperti itu tidak datang begitu saja melainkan perlu pelatihan dan pengkondisian yang baik.
Orang yang mampu mengalahkan dorongan hawa nafsunya untuk memiliki harta orang lain walaupun dalam keadaan sangat membutuhkan, berarti ia telah berhasil memenangkan peperangan yang sangat besar, peperangan mengalahkan dorongan hawa nafsu yang selalu menyu-ruh untuk berbuat keburukan. Pada akhirnya orang tersebut akan mempunyai kesadaran tinggi bahwa walaupun tidak ada orang lain yang menyaksikan dirinya berbuat keburukan atau maksiyat, tetapi hatinya sangat yakin bahwa Allah ada dan sangat tahu tentang peristiwa itu. Manusia itu bisa bersembunyi dari penglihatan sesama manusia tetapi ia tidak akan bisa bersembunyi dari penglihatan Allah Yang Maha Melihat.
Pada zaman yang tidak stabil seperti seka-rang ini kita dapat menyaksikan, banyak orang yang pintar akalnya tetapi bodoh kalbunya, banyak yang kaya hartanya tetapi miskin jiwanya. Tidak sedikit orang yang terpandang kedudukannya tetapi hilang kejujurannya, dan makin bertam-bah pengkhianatannya.
Banyak orang yang sengaja melenyapkan kebaikannya dan berlomba menambah keburukannya. Manusia sekarang sudah langka menghargai orang lain karena kemuliaan akhlaknya, tetapi makin ber-tambah banyak orang yang menghargai manusia karena tinggi pangkat, kedu-dukan dan banyaknya perhiasan dunia. Dengan dasar tersebut maka tidak aneh kalau di zaman sekarang lebih banyak manusia yang berlomba menumpuk harta dan mengejar kedudukan walaupun dengan jalan yang tidak baik.
Mereka tidak memperdulikan lagi halal atau haram, boleh atau tidak boleh, sehingga mereka tidak mau tahu lagi mana hak dirinya dan mana hak orang lain.
Padahal Allah SWT dan Rasul-Nya telah mengajarkan kepada manusia untuk selalu berbuat jujur dan berhati mulia. Allah telah berfirman dalam al-qur’an surat al-Baqoroh ayat 42 artinya:
“Jangan kau campur adukan yang haq dengan yang bathil dan jangan kamu sembunyikan kebenaran itu, padahal engkau mengetahuinya”,
dan Nabi Muhammad telah bersabda
“hendaklah engkau selalu berhati jujur, sebab jujur akan menyebabkan engkau selalu berada dalam kebaikan dan ke-baikan akan menuntun engkau masuk ke dalam surga”.
Oleh karena itu, tausiyah di antara kita sekarang adalah anjuran untuk selalu memelihara nilai-nilai kejujuran dalam diri kita melalui pemeliharaan qolbu dan budi pekerti masing-masing kita. Lalu ajarkan-lah nilai-nilai kejujuran itu kepada anak-anak kita sejak mereka masih balita. Hargailah anak-anak kita apabila mereka berbuat jujur dan berilah teguran dan pengertian apabila mereka berbuat bohong dan berhianat. Sebab kejujuran itu suatu barang yang sangat berharga dan susah didapat, kalau dipelihara dengan baik akan membawa kita hidup berbahagia di dunia dan di alam baqa.
Sebaliknya kalau tidak dipelihara dengan baik akan hilang kejujuran dari diri kita dan akan mengakibatkan kesengsaraan dunia dan akherat.
Jangan percaya kepada omongan yang beredar di jalanan yang banyak dikatakan oleh orang yang tidak berakhlaq baik, mereka mengatakan bahwa “siapa yang jujur pasti hancur” atau siapa yang jujur pasti di kubur. Tetapi percayalah dengan sepenuh hati dari perkataan orang bijak bahwa “orang jujur itu pasti mujur”. Atau orang jujur pasti makmur. Memang mungkin pada awalnya orang yang curang itu beruntung, hidupnya seperti serba mudah, bro di juru bro di panto ngalayah di tengah imah, tetapi lihatlah di akhir perjalanan hidupnya keuntungan mereka tidaklah lama, kegembiraan berganti kesusahan, kesejahteraan berganti dengan tangisan, kemulyaan berganti kehinaan. Sedangkan orang jujur pada mulanya tidak begitu mujur tetapi pada akhirnya ia tetap bahagia yang sangat abadi, kemuliaan yang tiada berhenti di dunia terus berlanjut ke akhirat nanti.
Hubungan hati dengan perilaku seseorang adalah hubungan timbal balik, yang satu mempengaruhi yang lain. Hati mempola terhadap tingkah laku begitu pula seba-liknya tingkah laku akan memberi akibat kepada hati. Hati yang baik akan menjadi pedoman perilaku seseorang sehingga menjadi baik, perilaku yang baik akan mengkondisikan hati menjadi baik. Begitu pula hati yang tidak baik mendorong seseorang untuk berperilaku tidak baik dan perilaku yang buruk akan menyebab-kan hati rusak. Karena setiap perilaku buruk dikerjakan akan menyebabkan hati bergetar tidak teratur dan kalau keadaan tersebut terus menerus akan mengaki-batkan keadaan hati menjadi buruk.
Sabda Rosulullah SAW ” perilaku dosa yang menyebabkan berdebarnya hati”
Yang jelas ketidak jujuran akan menyebabkan kerusakan hati, dan kalau dibiarkan akan menyebabkan hati itu rusak parah, padahal hati itu inti dari kehidupan kalau hatinya baik maka semua kehidupan itu akan baik, sebaliknya kalau hati tidak baik maka semua kehidupan itu akan tidak baik. Ada dua cara agar kita selalu hidup jujur dan hati kita terhindar dari kerusakan; yang pertama adalah hendaknya sering membaca al-Qur’an dengan membaca alqur’an kita selalu diingatkan bahwa ketidak jujuran itu dilarang. Yang kedua, hendaknya selalu mengingat bahwa manusia akan mati.
Dengan mengingat mati maka manusia menyadari bahwa hidup itu tidak lama, dan dengan mengingat mati manusia menyadari bahwa dirinya sedang menu-nggu pulang kehadirat Illahi. Kesadaran menunggu pulang inilah yang mengingat-kan kita berhati-hati dalam hidup dan ber-usaha membawa bekal amal sholeh seba-nyak- banyaknya dan sebagus-bagusnya agar dikampung halaman nanti tempat
kita menetap memperoleh kebahagiaan yang abadi yang tiada terputus.
II Sekolah sbg Basis Learning of Honesty
Nilai-nilai kejujuran yang dilandasi oleh nilai-nilai relijius diatas paralel dengan nilai-nilai etika moral yang berlaku secara umum. Tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan adalah sebuah tempat bagi manusia untuk mengembangkan nilai-nilai kejujuran, sehingga output dari dunia pendidikan tersebut adalah sumber daya insani (human capital) yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran.
Ini merupakan sebuah cita-cita ideal dari dunia pendidikan sebagai basis untuk belajar kejujuran. Seperti kata orang bijak, kejujuran itu berangkat dari rumah dan sekolah.
Belajar kejujuran yang pertama adalah dari kejujuran yang ada dalam keluarga dan yang ada di sekolah. Percaya atau tidak, bahwa dalam keluarga yang baik atau disekolah yang baik, yang meletak-kan basis pemahaman yang agamis, kita selalu saja diajarkan agar selalu bersikap Jujur. Hidup dengan kejujuran selalu saja dijadikan sebagai sebuah jalan yang bisa
mengantarkan kita kepada posisi selamat.
Dewasa ini, dunia pendidikan formal yang berfungsi menjalankan fungsi edukatif dipandang kurang mencerminkan sebagai suatu lembaga inkubator kejujuran.
Sering terdengar kejadian prilaku ketidak jujuran dipraktekan, seperti pelanggaran hak kekayaan intellektual (intellectual property right) dengan tumbuh-kembang-nya pola-pola copy paste dalam dunia penelitian akademik, pengangkatan guru yang tidak jujur dengan melalui jalur nepotisme, penyalahgunaan anggaran pendidikan, budaya nyontek di kalangan sisiwa, penipuan dalam sertifikasi dan yang diterakhir kali yang sangat mengiris hati adalah banyaknya kecurangan dalam pelaksanaan UN. Bambang Sudibyo (mendiknas) dalam rapat kerja dengan komisi X DPR RI tanggal 28 Juni 2006 menyatakan bahwa beliau malu karena hasil penyelidikan tim investigasi Depdik-nas menunjukkan banyaknya kecurangan dalam pelaksanaan UN.
Kecurangan adalah bentuk ketidakjujuran dalam dunia pendidikan yang idealnya menjadi tempat belajar bagi anak-anak atau bahkan kita sendiri untuk belajar kejujuran. Sekolah yang selama ini menjadi harapan bagi kita untuk membangun sikap-sikap positif yang mulia, seperti berakhlak baik dalam artian menjunjung nilai-nilai kejujuran, sopan santun, dan sebagainya ternyata sekarang semakin sirna.
Oleh karena itu, perlu memposisikan sekolah (school positioning) sebagai basis untuk belajar kejujuran adalah sesuatu yang final dan krusial. Pola-pola ketidakjujuran yang terjadi dalam dunia pendidikan harus mendapat respons yang sangat tegas dari para stakeholders dan dari semua elemen bangsa termasuk orang tua dan murid, sehingga sekolah kembali menjadi tempat yang sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai kejujuran sumber daya insani Indonesia.
III Penutup
Memelihara amanah itu sebagaimana memelihara kejujuran mudah diucapkan tetapi sangat berat dalam pelaksanaan. Membina diri untuk jujur dan amanah adalah tidak sesederhana dalam wacana tetapi memerlukan potensi dan waktu yang relatif panjang. Sebab jujur itu bagian dari kepribadian yang merupakan hasil dari proses internalisasi nilai-nilai yang sangat lama oleh karena itu perlu komitmen bersama untuk menciptakan kejujuran pada diri kita maupun anak-anak generasi muda kita .
Pola pengasuhan anak yang cenderung selalu mengkambing hitamkan benda atau binatang ketika anak kita melakukan kesalahan akan membekas di diri anak bahwa setiap kesalahan yang ia perbuat adalah akibat dari orang lain, kesadaran itu melekat kuat sampai dewasa ketika ia telah menjadi pemimpin dan membuat kesalahan maka kesalahnnya itu tidak ia akui sebagai kesalahan dirinya tetapi ia tuduhkan kepada bawahannya ataupun kepada orang lain sebagai kambing hitam.
Tiada kebahagiaan yang abadi kecuali kebahagiaan orang jujur di surga kelak, dan tiada kesengsaraan yang abadi kecuali kesengsaraan orang yang tidak jujur di neraka kelak.
Bandung, 15 Juni 2008.
Dadang Kahmad
Gurubesar Sosiologi Agama UIN Bandung
Ketua PW Muhammadiyah Jawa Barat

No comments:

Post a Comment